Napak Tilas Ombus - Ombus khas Siborongborong
Sumber : Dokumen pribadi
Lappet Bulung Tetap
Panas atau yang kini lebih dikenal sebagi ombus – ombus merupakan makanan kecil
yang berasal dari Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tanapuli Utara. Ialah almarhum
Musik Sihombing sebagai pencetus utama kue lepat ini, pada masa kemerdekaan Indonesia
sekitar 70 tahun silam. Gerak perekonomian di daerah tersebut mulai berkembang,
khususnya di daerah Siborongborong, hal tersebut dikarenakan letaknya yang
strategis di daerah Jalan Lintas Sumatera. Sekitar tahun 1940, almarhum Musik
mulai berjualan leppat di rumahnya, di Jalan Balige Pusat. Namun awalnya kue
ini diberi nama “Lappet Bulung Tetap Panas”, nama tersebut memiliki arti “Lepat
Daun Tetap Panas”. Usaha tersebut pun terbilang maju, karena banyaknya pembeli
kala itu.
Melihat kesuksesan
tersebut maka datanglah seorang warga dari Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong
yang bernama almarhum Anggiat Siahaan. Almarhum Anggiat datang untuk ikut
berjualan lepat dengan bantuan sang istri Almarhuma Horlina Boru Nababan. Perbedaan
keduanya ialah dari cara berjualan mereka, dimana almarhum Musik memilih untuk
berjualan di rumahnya, sedangkan almarhum Anggiat berjualan dengan menggunakan
sepeda berkeliling desa. Selama berkeliling desa almarhum Anggiat merasa
sedikit kesulitan untuk meneriakan dagangannya, dikarenakan namanya yang cukup
panjang “Lappet Bulung Tetap Panas”, sehingga munculah sebuah ide untuk
mengganti nama kue tersebut menjadi “Ombus – Ombus No.1”, nama tersebut
dirasanya sangat simple dan menarik. Bila melihat nama tersebut, dalam bahasa
Batak ombus – ombus berarti tiup – tiup, kemungkinan terbesar almarhum Anggiat
memberi nama ombus – ombus dikarenakan kue tersebut lebih enak dikonsumsi
selagi hangat dan harus ditiup terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
Pergantian nama
tersebut tentu saja tidak dapat diterima oleh almarhum Musik, ia berpikir bahwa
ialah pencetus pertama kue tersebut, tetapi mengapa almarhum Anggiat mengganti
namanya begitu saja tanpa meminta persetujuan. Akhirnya pergantian nama
tersebut berujung pertikaian antar keduanya, semenjak pertikaian itu terjadi
almarhum Anggiat tidak lagi menjajakan dagangannya keliling desa, melainkan ia
menjual dagangannya ke Pasar Siborongborong setiap hari, dari subuh hingga
mangrib. Sang istri almarhumah Horlina menetap di rumah untuk mempersiapkan
ombus – ombus untuk dijual keesokkan harinya. Melihat ketekunan dan kerasnya
usaha yang dilakukan pasangan ini untuk menghidupi keluarga, pada tahun 1970
orang tua dari almarhumah Horlina pun memutuskan untuk memberikan sebuah toko
kecil untuk almarhum dan almarhumah berjualan tepat di depan Terminal Mini
Siborongborong. Berkat kerasnya usaha dan bantuan dari keluarga kecilnya toko
kecil di depan terminal itu kini telah menjadi sebuah kedai bertingkat, dengan
papan nama “Ombus – Ombus No.1” kedai itu kini kian ramai dikunjungi pembeli. Sayangnya
sekitar tahun 1994 Anggiat Siahan harus meninggalkan kedai dan keluarganya
untuk selama-lamanya dan disusul oleh sang istri pada tahun 2002.
Sepeninggal
Anggiat dan Horlina, usahanya tidak sia – sia begitu saja. Walben Siahaan salah
satu anak dari pasangan ini melanjutkan usaha kedua orang tuanya, Wallben yang
kini menjabat sebagi Kepala Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong ini
mulai merintis usaha jasa angkutan umum yang diberi nama CV.Ombus – Ombus. Ia mengisahkan
bahwa dulu sang ayah tidak pernah mengenal kata lelah untuk menjajakka
dagangannya, kegigihan itulah yang menjadi semangat saya hingga kini dan cerita
tersebut saya ceritakan pada kedua anak saya. Hingga saat ini terdapat dua
kelompok penjual Ombus – Ombus di Simpat Tiga Siborongborong, kelompok Desa
Somanimbil dan kelompok Desa Sambariba Horbo, keduanya setiap hari berjualan
secara bergiliran.
Begitu kentalnya
unsur perjuangan yang membuat kue ini begitu dikenal, membuat seorang musisi
bernama Nahum Situmorang mengangkat nama Ombus – Ombus menjadi sebuah lagu
berjudul “Marombus – Ombus”. Tidak terlelakkan lagu ini semakin membawa
perkembangan untuk makanan khas yang berasa dari Siborongborong ini semakin
dikenal. Selain itu untuk mengenang perjuangan para pencetusnya maka dibuatlah
tugu penjual Ombus – Ombus dengan sepedanya.
Food is not rational, Food is culture, habit, craving, and identity - Jonathan S.F.
Komentar
Posting Komentar